Selasa, 03 April 2018

Ramzi Salim 2 Kg Minyak gaharu Rp260-juta


Hasil gambar untuk alat suling minyak gaharu
Ramzi Salim rutin mendatangkan kamedangan dari Probolinggo, kabupaten di bagian timur Provinsi Jawa Timur. Pengepul di sana memperoleh gaharu Aquilaria malaccensis dan A. filariadari Papua dan Maluku. Setiap bulan kebutuhan Ramzi mencapai 3 ton kamedangan. Harga kamedangan mutu terendah saat ini Rp75.000 per kg. Ramzi mensyaratkan kamedangan harus bersih, bebas cendawan, dan berwarna cokelat.

Jalan yang mesti dilalui kamedangan menjadi minyak sangat panjang. Setelah menjadi serbuk halus, Ramzi merendamnya dalam tong plastik selama sebulan. Selama perendaman tertutup, pria 54 tahun itu tak pernah mengganti air. Aroma air perendaman memang bau. Namun, Ramzi mampu menjualnya Rp25.000 per 20 liter. Perusahaan kosmetik yang rutin membeli air rendaman itu memanfaatkannya sebagai bahan penghalus kulit. ‘Tak ada limbah dalam pengolahan gaharu ini, semuanya laku diekspor,’katanya
Penentu aroma
Bubuk kamedangan kemudian direbus dalam tangki reaktan berbahan baja nirkarat selama 12 – 18 jam/hari tanpa henti. Kapasitas tangki reaktan 150 kg. Dalam sepekan Pria kelahiran 11 Juni 1955 itu 5 kali menyuling dengan kapasitas sama. Penyuling gaharu sejak 2003 itu mempertahankan suhu penyulingan 115oC dan tekanan 2,5 bar pada alat berkapasitas 25 kg.
Menurut Yana Sumarna, periset Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, minyak gaharu mengandung 27% 2-2-4 methoxyfenil etil kromon, 15% 2-2-fenil etil kromone, 5% oxoagarospirol, dan 3% 9,11 eremofiladien. Selebihnya berupa komponen selina, kusunol, jinkohol, dan agarospirol. Komponen-komponen mikro seperti selina, kusunol, jinkohol, dan agarospirol sulit diekstraksi jika suhu dan tekanannya tidak tepat. Padahal, ‘Komponen itulah penentu aroma minyak gaharu,’ kata Yana.
Air dalam tangki reaktan tak akan habis meski lama penyulingan 3 hari. Sebab, Ramzi menerapkan sistem penyulingan kohobasi. Uap air yang mengalir ke tangki kondensor alias pendingin akan berubah menjadi air. Air itu dialirkan kembali ke tangki reaktan, begitu seterusnya. Ayah 3 anak itu menuai rendemen 0,1%. Dari 150 kg bubuk kamedangan sekali suling, ia memperoleh 0,15 kg minyak gaharu.
Dalam sebulan, Ramzi menyuling 2.000 kg kamedangan yang menghasilkan 2 kg minyak. Sebanyak 1.000 kg kamedangan lain, diolah menjadi resin, black magic wood, dan tasbih. Minyak wangi itu terserap pasar Arab Saudi yang saat ini membeli dengan harga Rp130-juta per kg. Artinya dari penyulingan gaharu, omzetnya Rp260-juta sebulan. Ramzi mengatakan biaya produksi Rp76.800.000 per kg. Laba bersih dari penyulingan gaharu Rp53.200.000 per kg.
Rugi Rp83-juta
Teknologi menjadi faktor utama dalam penyulingan gaharu. ‘Jika teknologinya tak sempurna, bukan minyak yang diperoleh tapi cuma lemak yang disebut wax,’ kata insinyur Teknik Sipil alumnus Universitas Baghdad, Irak, itu. Ia mengalaminya pada tahun pertama penyulingan. Saat itu ia menyetel suhu dan tekanan penyulingan tidak tepat. Dampaknya ia menuai wax. Ia merugi Rp83.220.000 saat menyuling 1,5 ton kayu gaharu.
Modal menjadi penyuling gaharu juga relatif besar. Ramzi membenamkan modal Rp500-juta ketika memulai penyulingan pada 2003. ‘Modal paling banyak digunakan untuk mencari teknik produksi, peralatan terbaik, dan bahan baku berupa kamedangan,’ kata Ramzi.
Menurut Ramzi permintaan minyak gaharu memang sangat besar. Namun, sangat ketat dengan berbagai peraturan seperti harus mempunyai surat penebangan gaharu dan surat pembelian dari pengepul di Probolinggo, Jawa Timur. Sepekan menjelang ekspor, Ramzi harus melapor ke Departemen Kehutanan. Setelah lengkap, barulah Departemen Kehutanan menerbitkan dokumen utama agar minyak diterima oleh negara importir.
‘Selain ketat, pemasaran minyak gaharu juga sulit. Eksportir di Arab Saudi benar-benar memilih penyuling yang bisa dipercaya. Kadang mereka juga datang untuk melihat proses produksi,’ kata Ramzi. Sekali dibohongi, mereka lari. Sebaliknya jika mereka percaya, permintaan akan terus naik setiap saat.
Hingga saat ini perdagangan minyak gaharu di pasar internasional belum terstandar. Para importir di Timur Tengah, masih mengandalkan hidung untuk mendeteksi aroma minyak. ‘Jika mau mencampur minyak gaharu dengan minyak lain sangat mungkin. Tetapi karena hidung mereka sudah sangat berpengalaman, perbedaan aroma sangat dikenali,’ kata Ramzi, direktur CV Aromindo, satu-satunya eksportir produk gaharu di Jawa Barat. Pengukuran dengan alat high performance liquid chromathography (HPLC), hasilnya kerap berbeda.
Menolak pasar
Ramzi meraih pasar ekspor ke Timur Tengah itu tanpa sengaja. Pada 1997 Ramzi masih mengekspor kain asal Indonesia ke berbagai negara. Koleganya di Arab Saudi meminta sisipan minyak gaharu bersama pengiriman kain. Keruan saja Ramzi menolak lantaran sibuk mengurus usaha ekspor pakaian jadi.
Ketika krisis moneter 1998 meruntuhkan bisnisnya, barulah ia terjun ke bisnis minyak asal kayu fermentasi itu hingga sekarang.
Dalam setahun Ramzi berhenti menyuling gaharu hanya pada bulan Ramadhan. Permintaan minyak pada saat itu menurun drastis. Namun, ia tetap mengolah kamedangan menjadi produk lain, yakni black magic wood. Pada Ramadhan masyarakat Arab banyak membakar black magic wood untuk mengharumkan ruangan. Saat itu volume ekspor Ramzi mencapai 3 ton; di luar bulan itu biasanya, 0,5 ton per bulan. Ramzi benar-benar bergelimang wangi, juga real. (Vina Fitriani).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar