Senin, 16 April 2018

EVALUASI BEBERAPA JENIS PRODUK INOKULAN GAHARU DI KALIMANTAN SELATAN


Jurnal Hutan Tropis Volume 5 No. 2


Juli 2017


ISSN 2337-7771
E-ISSN 2337-7992
Hasil gambar untuk produk inokulan gaharu




EVALUASI BEBERAPA JENIS PRODUK  INOKULAN GAHARU DI KALIMANTAN  SELATAN
The Evaluation of Agarwood Inoculant Products in South Kalimantan


Safinah Surya Hakim1, Beny Rahmanto1, Fajar Lestari1, dan Wawan Halwany1 1Balai Penelitan dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru, Jl. Ahmad Yani Km 28,7 Guntung Manggis, Banjarbaru Kalimantan Selatan 70721



ABSTRACT. The availability of natural agarwood tends to decrease and encourage some parties to cultivate agarwood producing plants by using biological inoculation method that is microbe. In relation to this, many manufacturers produce inoculant products used to inoculate agarwood trees. This research is aimed to get some agarwood inoculant products in South Kalimantan. The inoculant products used in this study were obtained based on information from agarwood farmers in South Kalimantan. Based on observation result, inokulan products have varied form ie liquid, capsule, and stick. In addition, these products do not fullfil the packaging standards such as the absence of date of manufacture, trade license, and expiry date. The result of identification of dominant microbes inokulan product design showed some products formed from microbial species that function in agarwood formation that have not been studied even at risk of endangering human health. The results of this study are expected to be an input for farmers to be more careful in choosing the right inoculantproducts and become a driver for producers to improve the quality of inoculants produced.sls
Keyword: inoculants; fungi; agarwood; quality; south kalimantan

ABSTRAK. Ketersediaan gubal gaharu alam semakin menurun, mendorong beberapa pihak untuk membudidayakan tanaman penghasil gaharu dengan menggunakan metode inokulasi biologis yaitu mikroba. Sehubungan dengan hal tersebut, banyak produsen membuat produk inokulan yang digunakan untuk menginokulasi pohon gaharu. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan beberapa produk inokulan gaharu yang ada di Kalimantan Selatan. Produk-produk inokulan yang digunakan pada studi ini diperoleh berdasarkan informasi petani gaharu di Kalimantan Selatan. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui produk-produk inokulan memiliki bentuk bervariasi yakni cair, kapsul, dan stik. Selain itu, produk-produk tersebut belum memenuhi standar kemasan antara lain tidak adanya informasi tanggal pembuatan, ijn dagang, dan tanggal kadaluarsa. Hasil identifikasi mikroba dominan penyusun produk inokulan menunjukkan beberapa produk terbentuk dari jenis-jenis mikroba yang fungsinya dalam pembentukan gaharu belum banyak dipelajari bahkan beresiko membahayakan kesehatan manusia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi petani untuk lebih teliti dalam memilih produk inokulan yang tepat serta menjadi pendorong bagi produsen untuk meningkatkan mutu inokulan yang diproduksi.
Kata kunci : inokulan; cendawan; gaharu; kualitas; Kalimantan Selatan

Penulis untuk korespondensi, surel : safinah.hakim@gmail.com



158







PENDAHULUAN

Gaharu merupakan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang bernilai tinggi. Gaharu dimanfaatkan sebagai bahan baku parfum, kosmetik, serta sebagai bahan untuk ritual keagamaan. Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi yang berperan penting dalam perdagangan gaharu di Indonesia. Catatan perdagangan gaharu pada awal tahun 1900 menunjukkan bahwa dua kota di Kalimantan Selatan yakni Kotabaru dan Banjarmasin menjadi salah satu pemasok gaharu penting di Indonesia (Soehartono & Newton, 2002). Tercatat sebanyak 40,000 pohon gaharu yang tersebar pada sekitar 40 hektar luasan dan tersebar pada beberapa daerah Kandangan, Barabai, dan Pulau Laut (Siran, 2011). Berdasarkan data United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) (2016), selama kurun waktu 2005-2014 Indonesia merupakan negara penghasil gaharu terbesar diikuti oleh Malaysia, India, dan Uni Emirat Arab. The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) trade database melaporkan dalam 10 tahun (2005-2014) (http://trade.cites.org/), Indonesia mengekspor sebanyak 6,760 m3 ton gubal gaharu.
Tingginyapermintaangubalgaharumenyebabkan meningkatnya permintaan tanaman penghasil gaharu. Sedangkan ketersediaan tanaman penghasil gaharu alami semakin langka akibat pemanenan yang intensif. Oleh sebab itu upaya konservasi ex- situ dengan melakukan budidaya tanaman penghasil gaharu mulai dilakukan. Penanaman tanaman penghasil gaharu diluar habitatnya mendorong berbagai pihak untuk dapat menghasilkan gubal gaharu seperti dari habitat alaminya. Pada kegiatan budidaya gaharu, campur tangan manusia dalam mendorong terbentuknya gaharu menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan. Dewasa ini produsen mengembangkan teknologi berupa produk inokulan untuk menghasilkan gubal gaharu. Hal ini dikarenakan infeksi inokulan mempunyai peranan penting dalam keberhasilan pembentukan gubal pada tanaman penghasil gaharu.
Cara kerja inokulan dalam menginfeksi tanaman penghasil gaharu meliputi (a) inokulasi dengan cara mekanis-fi (b) induksi kimiawi (c) Inokulasi biologi (Turjaman et al. 2016). Jika ketiga metode tersebut


dibandingkan, sampai dengan saat ini inokulasi biologi menggunakan mikroba jamur paling banyak dilakukan dan dipandang tinggi tingkat keberhasilannya. Pemberian inokulan  mikroba  pada  pohon penghasil gaharu dari beberapa st terbukti dapat memunculkan mikroba penyebab munculnya gaharu pada batang tanaman penghasil gaharu. Inokulan yang berhasil menginfeksi ditunjukkan dengan adanya perubahan warna coklat kehitaman pada bagian yang diinokulasi (Faizal et al. 2017). Manfaat inokulan yang memungkinkan petani mendapatkan gubal gaharu secara budidaya menjadikan inokulan banyak diburu oleh petani gaharu. Namun, inokulan yang beredar di pasaran belum ada baku mutu yang tepat serta tidak ada jaminan keberhasilannya. Hal tersebut dapat berpotensi menimbulkan kerugian bagi petani gaharu. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, satu-satunya produk inokulan gaharu yang sudah dipatenkan formulanya adalah inokulan gaharu serbuk yang diproduksi oleh Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bangka Tengah yakni menggunakan Acremonium sp. (Saleh et al., 2010). Tulisan ini disusun guna memberikan informasi terkait beberapa inokulan yang dijumpai di wilayah Kalimantan Selatan yang meliputi harga serta mikroba dominan penyusunnya. Dengan adanya tulisan ini diharapkan petani lebih berhati hati dalam memilih produk inokulan yang digunakan dalam rangka budidaya tanaman penghasil gaharu.


METODE PENELITIAN


Waktu dan Lokasi Pengambilan Data
Penelitian dilakukan pada Juni-November 2015. Pengambilan informasi dilakukan di beberapa wilayah di Kalimantan Selatan yang terdapat lokasi penanaman tanaman penghasil gaharu. Kegiatan isolasi cendawan yang terdapat pada produk inokulan dilakukan di laboratorium mikrobiologi Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Banjarbaru, Kalimantan Selatan.


Pengumpulan Inokulan

Produk inokulan diperoleh berdasarkan informasi  petani  gaharu  di  wilayah  Kalimantan






Selatan dan dibeli melalui pemasok (Tabel 1). Informasi tambahan terkait inokulan diperoleh dengan melakukan wawancara, menggali informasi melalui leaflet produk dan situs web produk inokulan.

Tabel 1. Sumber informasi inokulan gaharu



HASIL DAN PEMBAHASAN

Tampilan dan Kemasan Produk
Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa petani gaharu di beberapa wilayah Kalimantan Selatan,  diperoleh  informasi  bahwa  terdapat  lima


Kode Inokulan


Sumber Informasi            Tempat Pembelian


produk inokulan yang sering digunakan oleh petani.
Lima  produk  inokulan      tersebut  berupa  empat


A                     Petani gaharu di
beberapa wilayah Kalimantan selatan


Lansung melalui
produsen di Bogor Daring


inokulan cair, st   bambu, dan kapsul. Selain bentuk
dan  kemasan  yang  bervariasi,  harga  serta  cara


B                     Petani dan situs web      Daring
C                     Petani dan situs web      Langsung melalui
kelompok tani


penggunaan inokulan ini juga bervariasi. Deskripsi inokulan  yang  diperoleh  dicantumkan  pada  Tabel


D                     Petani gaharu kecamatan karang intan Kab. Banjar Kalimantan Selatan
E              Petani Gaharu daerah kec. Batu Benawa kab. Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan


Lansung melalui produsen di Kalimantan Selatan

Daring


2. Dari kelima inokulan yang diperoleh, antara satu inokulan dengan yang lain memiliki perbedaan kecuali pada produk inokulan A dan D. Kedua inokulan tersebut sama-sama dikemas dalam botol HDPE (High Density Polyethylene) putih ukuran 1000 ml serta memiliki warna cairan inokulan yang sama.


Isolasi Cendawan pembentuk inokulan

Sampel diambil langsung dari inokulan gaharu


Tabel 2. Deskripsi Inokulan



yang  akan  diuji.  Sampel  berupa  inokulan  cair diteteskan   langsung   menggunakan   pipet   tetes


Kode Inokulan


Deskipsi
Bentuk Kemasan Produk


Bentuk Inokulan   Lain-lain


steril ke dalam cawan petri yang berisi media. Sedangkan sampel yang berupa inokulan padat dipotong dan diletakkan ke dalam media. Menurut Waluyo (2010) media yang digunakan  untuk isolasi cendawan adalah Potato Dextrose Agar (PDA). Selanjutnya,sampel tersebut diinkubasi pada suhu ruangan. Lama inkubasi tergantung dari perkembangan pertumbuhan cendawan dari masing-masing sampel. Setelah diinkubasi, koloni cendawan yang tumbuh ditumbuhkan lagi pada media baru sehingga diperoleh isolat tunggal (single culture).


A                       Botol HDPE Putih
kemasan 1000 ml
B                       Botol model jerigen 1000 ml

C                      Kemasan Kotak, perkotak berisi kotak kecil berisi kapsul gaharu

D                      Botol HDPE Putih
kemasan 1000 ml
E               Plastik bening, dengan isi stik bambu100 buah per kemasan


Cairan berwarna
coklat
Cairan berwarna coklat pekat kehitaman
Kapsul gaharu berwarna hitam (d = 1,5 cm; p= 6 cm; berat 10 gram)
Cairan coklat

Stik bambu dengan ujung stik kecoklatan (d= 0,5 cm; p= 20 cm; berat
5,5 g)


-

Berbau Tajam

-







Semakin lama ujung kehitaman semakin menyebar di stik bambu



Identifikasi

Isolat tunggal cendawan diidentifikasi dengan molekuler. Identifikasi molekuler dilakukan di Institut Pertanian Bogor Culture Collection (IPBCC) Bogor. Isolat yang diidentifikasi merupakan isolat yang paling dominan muncul pada saat proses isolasi.


Keterangan :d = diameter, p = panjang

Gambar 1. Produk Inokulan yang digunakan oleh beberapa petani gaharu di Kalimantan Selatan (abjad merupakan kode inokulan)






Sampai dengan saat ini, belum ada Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait produk inokulan gaharu. Oleh karena itu, dalam membandingkan kemasan produk inokulan gaharu, menggunakan acuan Peraturan Menteri Pertanian no. 70/ Permentan/SR.140/10/2011 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah. Penggunaan peraturan ini berdasakan pertimbangan bahwa beberapa produk pupuk organik terbuat dari mikroba. Berdasarkan peraturan tersebut, terdapat hal-hal yang harus dipenuhi dalam kemasan produk. Tabel di bawah ini menunjukkan perbandingan komponen dalam kemasan lima produk inokulan yang diperoleh.

Tabel 3. Perbandingan Kemasan Produk Gaharu mengacu pada standar Peraturan Menteri Pertanian no. 70/Permentan/ SR.140/10/2011 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah


Produk Inokulan

A
B
C
D
E
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x

 
Standar Kemasan

Namadagang Nomor pendaftaran Isi atau berat bersih Masa edar
Nama dan alamat Produsen Importir Tanggal produksi
Petunjuk penggunaan
Bahan aktif dan tujuan Penggunaan
Keterangan :Ö = Ada  X =tidak ada
Diitinjau dari kemasan dan tampilan produk, merek gaharu C memiliki kemasan yang paling baik dibandingkan dengan yang lain karena telah mencantumkan merek dagang serta petunjuk penggunaan pada kemasannya. Adapaun pada keempat produk lain, tidak mencantumkan petunjuk pada kemasan, tetapi melampirkan leaflet pada saat pembelian.
Namun, dari kelima produk tersebut, hanya produk inokulan A saja yang mencantumkan tanggal kadaluarsa serta petunjuk penyimpanan. Padahal tanggal kadaluarsa merupakan hal yang penting untuk produk berbasis mikroba karena berkaitan dengan keefektifan mikroba yang  terkandaung serta virulensi mikroba. Sebagai salah satu contoh, Beauveria bassiana (Bals.) Vuill, yang merupakan salah  satu  jenis  entomopatogen  yang  banyak


digunakan sebagai biokontrol akan efektif jika disimpan maksimal 105 hari penyimpanan. Lebih jauh lagi, adanya suhu yang tepat akan membuat suatu mikroba terjaga viabilitasnya (Yuliantoro 2006).


Harga
Harga lima produk inokulan yang diperoleh berkisar Rp 150,000,- hingga Rp 600,000,-. Selain harga produk inokulan, juga dilakukan analisis biaya yang diperlukan untuk pembelian inokulan perpohonnya (Tabel 4). Jika dibandingkan, produk A merupakan produk dengan harga inokulan paling murah, sedangkan yang termahal adala produk C yang memiliki bentuk inokulan kapsul (Gambar 2). Jika ditinjau dari jumlah biaya yang harus dikeluarkan perpohon untuk inokulasi gaharu, inokulan A paling terjangkau karena hanya diperlukan Rp 150,000,- untuk membeli inokulan perpohon. Artinya satu kemasan inokulan bisa digunakan untuk dua pohon. Sebaliknya, dibutuhkan sebanyak tiga kemasan inokulan C untuk satu pohon, sehingga biaya yang dikeluarkan adalah Rp 1,800,000,- per pohonnya.

Tabel 4. Kebutuhan Jumlah Inokulan yang digunakan per pohon gaharu


Produk Inokulan
A        B        C       D       E
Kebutuhan inokulan/pohon  1/2    1/2    3       1/2    1


Gambar 2. Perbandingan Harga Produk Inokulan Gaharu

Biaya inokulan menjadi komponen yang cukup besar bagi petani gaharu. Biaya tersebut masih  ditambah  dengan  biaya  alat  dan  tenaga






kerja pada saat inokulasi,biaya-biaya penanaman dan pemeliharaan tegakan tanaman penghasil gaharu. (Subiakto et al. 2011) menyebutkan, dalam budidaya gaharu biaya perhektar adalah berkisar Rp12,452,000 (jarak tanam 3 x 3 m; 1,100 pohon/
hektar), 8,6450,500 (jarak tanam 4 x 4 m; 625 pohon/hektar) yang meliputi biaya bibit, ajir, biaya pembersihan dan pengajiran, pembuatan lubang tanam, pupuk dan aplikasinya. Dengan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk inokulasi dan juga pemeliharaan tegakan, maka petani gaharu pasti mengharapkan hasil panen yang besar dengan kualitas yang baik. Oleh karena itu, diperlukan kecermatan petani dalam memilih produk inokulan.


Hasil Identifikasi Mikroba Pembentuk

Inokulan Gaharu
Berdasarkan hasil identifikasi diketahui jenis- jenis cendawan yang menyusun produk inokulan gaharu (Tabel 5). Isolat tunggal dari masing-masing


cendawan dominan pembentuk inokulan gaharu ditampilkan pada Gambar 3. Jenis-jenis cendawan ini merupakan jenis dominan yang ada di inokulan yang diisolasi. Inokulan dominan mengandung cendawan jenis Fusarium solani. Fusarium solani merupakan jenis cendawan yang paling banyak dirujuk sebagai pembentuk gaharu pada beberapa jenis pohon penghasil gaharu dari  berbagai  provinsi.  Wilarso et al., (2010) berhasil mengisolasi Fusarium solani pada tanaman Aquilaria spp. di berbagai daerah. Pada produk lain, jenis yang diinokulasi adalah Aspergillus flavus, Fomitopsis meliae, Aspergillus niger, dan Penicillium sp. Jenis-jenis ini tak banyak dirujuk sebagai cendawan pembentuk gaharu. Namun, jenis seperti Aspergillus sp,  Penicillum sp. disebutkan oleh (Nagajothi et al., 2016) dalam penelitiannya sebagai pembentuk gaharu. Jamur Aspergillus sp. ditemukan menginfeksi secara alami pada tanaman penghasil gaharu / Aquilaria sp. (Anon, 1998 dalam Akter, 2013).




Tabel 5. Hasil identifikasi cendawan dominan penyusun produk inokulan gaharu


Produk Inokulan
A                                 B                                 C                                D                                 E


Nama Cendawan Penyusun


Fusarium solani     Aspergillus flavus   Fomitopsis meliae   Aspergillus niger      Penicillium sp.







Aspergillus flavus merupakan jenis cendawan yang diisolasi dari produk B, merupakan cendawan penghasil aflatoxin yang berbahaya bagi manusia dan menyebabkan penyakit pada beberapa komoditas pertanian (Made & Oka, 2012). Aspergillus niger yang diisolasi dari produk D merupakan jenis cendawan yang banyak dimanfaatkan dalam bioteknologi antara lain sebagai penghasil enzim citric acid. Akan tetapi, Aspergillus niger juga bisa menyebabkan beberapa penyakit seperti infeksi pernafasan, infeks telinga dll (Schustur et al., 2002). Berdasarkan hasil ini, petani gaharu diharapkan lebih hati-hati dalam memilih bahan penyusun inokulan.


Gambar 1. Isolat Tunggal cendawan pembentuk inokulan gaharu isolate (a) Fusarium solani, (b) Aspergillus flavus (c) Fomitopsis meliae (d) Aspergillus niger (e) Penicullum sp.






Dari kelima jenis cendawan yang berhasil diidentifi Fusarium solani merupakan jenis cendawan yang paling banyak dirujuk sebagai cendawan penghasil gaharu. Di Indonesia, induksi gaharu dengan menggunakan cendawan terutama Fusarium sp. telah diteliti oleh Badan  Litbang dan Inovasi sejak awal tahun 2000, dengan jenis utama isolat adalah Fusarium sp yang diisolasi dari berbagai pohon gaharu Aquilaria sp. dan Gyrinops sp. Prosedur inokulasi yang digunakan yakni dengan melakukan pelubangan sekitar 3 mm dengan dosis inokulan adalah 1 cc dan lubang dibiarkan tidak tertutup (Santoso & Turjaman 2011). Selain Fusarium solani, F. tricinctum (corda) Sacc, F. sambucinum Fuckel, dan F. moniliformae disebut juga sebagai cendawan pengasil gaharu (Budi et al. 2010).
Penggunaan Fusarium sp. sebagai bahan pembentuk gaharu telah banyak dilakukan penelitian. Lebih jauh lagi, pada penggunaan Fusarium sp. telah terdapat beberapa standar dalam pelaksananan inokulasi yakni: panduan tentang mata bor yang digunakan, dosis inokulan cair yang digunakan, informasi lama infeksi dan lain-lain. Pada jenis inokulan cair, hal ini belum diketahui lebih luas sehingga lebih sulit dijelaskan secara ilmiah. Namun, bukan berarti inokulan selain Fusarium ini memberikan hasil negatif,


Keefektifan Inokulan Gaharu

Pada penelitian kali ini, keefektifan masing- masing produk inokulan gaharu dalam membentuk gubal tidak diamati secara langsung. Namun, bahasan dilakukan melalui penelusuran referensi. Berdasarkan (Santoso & Turjaman, 2011), inokulasi pohon gaharu Aquilaria microcarpa dengan isolat Fusarium sp. yang diperoleh dari berbagai daerah di Indonesia menunjukkan rata-rata infeksi sebesar 1,857-4,133 cm pada umur dua bulan setelah inokulasi. Referensi ini bisa digunakan oleh petani pengguna produk inokulan A yang merupakan produk inokulan dengan mikroba penyusun Fusarium solani. Untuk jenis inokulan yang lain, keefektifan cendawannya belum ditelti secara rinci, karena referensi yang ada hanya menyatakan jenis- jenis isolat tersebut merupakan pembentuk gubal gaharu (Nagajothi et al., 2016).


Tantangan Produksi Inokulan Gaharu

Dimasa yang akan datang permintaan gaharu diduga  akan  semakin  banyak.   Oleh   karena itu permintaan produk inokulan juga semakin meningkat, mengingat ketersediaan gaharu alam yang mulai menurun. Bisnis produksi inokulan gaharu mempunyai kesempatan besar untuk berinovasi dan sangat menjanjikan. Sampai dengan saat ini, standardisasi gubal gaharu sudah tersedia (SNI 7631: 2011), tetapi standardisasi inokulan belum tersedia. Perkembangan bioteknologi menjadi salah satu keuntungan dalam usaha ini. Pengusaha, peneliti dan lembaga riset, serta pemerintah harus bersinergi untuk membuat inokulan gaharu agar semakin meningkat mutunya dan lebih berkualitas sehingga petani dapat merasakan manfaatnya. Belum adanya SNI terkait produk inokulan gaharu menjadikan produsen leluasa berbuat curang dalam membuat produk dengan mutu rendah, berbalut promosi yang bombastis, tidak ada jaminan hasil, dan pada akhirnya merugikan petani.
Menurut Turjaman (2016) tidak adanya kebijakan hilirisasi riset serta tidak adanya kerjasama yang baik antara sektor penelitian dan pengusaha menyebabkan pengembangan teknologi inokulan gaharu di Indonesia sulit untuk berkembang. Sebagai contoh kasus, pada produk inokulan gaharu yang dikembangkan oleh BLI (Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi) sampai saat ini tidak bisa berkembang. Hal ini dikarenakan tidak adanya invest atau lembaga bisnis khusus yang mengelola penjualan ataupun promosi produk.
Oleh karena itu diharapkan dengan adanya sinergi antara sektor usaha, riset dan pemerintah, Indonesia memiliki inokulan gaharu berkualitas yang bisa dimanfaatan masyarakat. Dengan demikian Indonesia bisa menjadi salah satu negara pemasok gubal gaharu yang berkualitas dan bisa menjadi sumber pendapatan negara. Selain itu, masyarakat diharapkan lebih teliti dan jeli dalam menggunakan produk inokulan yang ada di pasaran sehingga produsen-produsen yang tidak bertanggung jawab tidak memperoleh keuntungan dari menjual produk asal-asalan yang berkualitas rendah.






SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa produk inokulan gaharu yang digunakan  oleh petani di Kalimantan Selatan bervariasi yaitu cair dan padat. Berdasarkan kemasannya, belum ada produk yang sesuai dengan standar pengemasan. Hasil analisis jenis cendawan penyusun, produk inokulan A (cair) dari Fusarium solani, merupakan produk inokulan yang paling banyak diulas dan sudah terbukti secara ilmiah. Sedangkan cendawan dari produk inokulan lain belum banyak diulas sebagai cendawan pembentuk gubal gaharu.


Saran

Diperlukan standardisasi produk inokulan gaharu yang meliputi patokan harga, kadaluarsa, tingkat keberhasialn dan jenis cendawan penyusun yang berada di pasaran sehingga tidak merugikan petani gaharu.


UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Andi, Gravi Margasetha,  dan  Edi  Suryanto yang membantu kegiatan laboratorium selama pelaksanaan penelitian ini. Penelitian ini didanai oleh DIPA 2015


DAFTAR PUSTAKA

Akter, S., M.T, Islam, M. Zulkefeli, S.I Khan. 2013. Agarwood Production-A Multidisciplinary Field To Be Explored In Bangladesh. International Journal of Pharmaceutical and Life Sciences vol 2, Issue 1.
Budi, S.W., Santoso, E. & Wahyudi, A., 2010. Identifikasi Jenis-jenis Fungi yang Potensial terhadap Pembentukan Gaharu dari Batang Aquilaria spp . , 1(1), pp.1–5.
Faizal, A. et al., 2017. Formation of  agarwood from Aquilaria malaccensis  in  response to inoculation of local strains of Fusarium solani. Trees, 31(1), pp.189–197.


Made, D.A.N. & Oka, A.D.I., 2012. Formulasi Inokulan Jamur Pembentuk Gubal Gaharu pada Tanaman Ketimunan ( Gyrinops versteegii ) 1. , 2(2), pp.139–144.
Nagajothi, M.S. et al., 2016. Fungal Microbes Associated with Agarwood Formation. American Journal of Plant Sciences, (7), pp.1445–1452.
Saleh, I., Akbarini, D. & Wahyudi, T, penemu; Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bangka Tengah. 2010 Oktober 14. Formulasi Inokulan Gaharu Serbuk. Paten Indonesia ID P0030783 B
Santoso, E. & Turjaman, M., 2011. Standardization and Effectiveness of Bioinduction on Gaharu Development and Its Quality. In M. Turjaman, ed. Proceeding of Gaharu Workshop Bioinduction Techmology for Sustainable Development and Conservation of Gaharu. Bogor: Indonesia Work Programme for 2011 ITTO, pp. 19–40.
Schustur, E. et al., 2002. On the safety of Aspergillus niger a review. Appl Microbiol Biotechnol, 59, pp.426–435.
Siran, S.A., 2011. The Developing of Database Regarding The Potency of Gaharu-Yielding Trees in Indonesia. In Proceeding of Gaharu Workshop Bioinduction Techmology for Sustainable Development and Conservation of Gaharu. pp. 1–8.
Soehartono, T. & Newton, A.C., 2002. The Gaharu Trade In Indonesia: Is It Sustainable? In Economic Botany. pp. 271–284.
Subiakto, A., Santoso, E. & Turjaman, M., 2011. financial analysis on gaharu plantation.pdf. In M. Turjaman, ed. Proceeding of Gaharu Workshop Bioinduction Techmology for Sustainable Development and Conservation of Gaharu. Bogor Indonesia: Indonesia Work Programme for 2011 ITTO, pp. 59–65.
Turjaman, M., Hidayat, A. & Erdy Santoso, 2016. Development of Agarwood Induction Technology Using Endophytic Fungi. In R.




Muhamed, ed. Agarwood: Science Behind The Fragrance. Singapore: Springer Science Business Media, pp. 57–72.
Waluyo, L. 2010. Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi. Malang: UMM Press
Yuliantoro, S.K., 2006. Beauveria bassiana ( Bals .) Vuill . Dalam Beberapa Pembawa Effect of Storage Temperature on Beauveria bassiana ( Bals .) Vuill . Viability on Several Carriers. Pelita Perkebunan, 22(1), pp.40–57.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar